Kamis, 26 Oktober 2017

GERAKAN LITERASI DARI BALIK GUNUNG

Oleh :
Nova Rahayuningsih, S.Pd. MM
Guru SDN Karyasari 01, Kec. Leuwiliang, Kab. Bogor

Membaca, menulis dan berhitung. Tiga hal tersebut merupakan kompetensi essensial kurikulum Sekolah Dasar (SD). Baik itu dulu, saat ini maupun kedepannya nanti. Ketiganya merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa-siswi SD. Ketika siswa SD sudah mampu membaca dengan lancar, menulis dengan baik dan berhitung dengan benar, maka guru dan sekolah layak menyandang predikat berhasil. Sebaliknya, ketika sudah hampir menamatkan SD siswa membaca masih terbata-bata, tulisannya masih seperti benang kusut dan berhitung masih sebatas satu ditambah satu sama dengan dua. Maka bersiaplah untuk menjadi guru dan sekolah tanpa kebanggaan.
Ketiga kompetensitersebut, kemampuan membaca adalah sebagai core competency (kompetensi inti). Mengapa demikian? Alasan pertama, membaca merupakan pintu ilmu pengetahuan. Semua ilmu pengetahuan dikomunikasikan dan diarsipkan dalam bentuk tulisan. Itu artinya dibutuhkan kemampuan untuk membaca. Hanya dengan kemampuan membaca kita berpeluang mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Kedua, kehidupan tidak terlepas dari informasi. Informasi disampaikan dalam bentuk tulisan melalui media cetak, elektronik maupun digital. Informasi muncul dan berubah begitu cepat setiap saat. Siapa yang cepat mendapat dan tepat membaca informasi, mereka akan selangkah lebih cepat dalam kehidupan.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Namun budaya membaca dan menulis tidak sebesar julukannya. UNESCO menyebut bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, dari 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Lebih mengejutkan lagi hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menempatkan posisi budaya membaca dan menulis siswa Indonesia di urutan 57 dari 65 negara yang diteliti. Data empiris ini menunjukkan minat, perilaku serta budaya membaca dan menulis bangsa Indonesia sudah pada tataran mengkhawatirkan. Kondisi ini akan berdampak pada kecepatan kemajuan serta daya saing bangsa di era global. Secepatnya perlu kebijakan strategis dan upaya konkrit melalui upaya-upaya literasi.
Secara sederhana, literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Literasi mencakup kemampuan kognitif seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Lebih luas lagi pengertian literasi bukan hanya sekedar kegiatan membaca dan menulis. Literasi juga bermakna praktis dalam interaksi sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, danbudaya. Singkatnya, kemampuan literasi sangat diperlukan bagi kemajuan seseorang, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, upaya literasi yang sederhana, konkrit, sistematis serta sejak dini itu lebih dibutuhkan.
Sekolah Dasar (SD), memiliki peran yang sangat strategis bagi upaya literasi sejak dini. Peluang keberhasilannya sangat besar apabila mampu mengemas secara sederhana, konkrit dan sistematis. Akan sangat membekas dalam diri siswa SD. Permendikbud Nomor 23 tahun 2015 tentangbudipekerti, dimanasalahsatu isinyaadalahpembiasaanmembaca 15 menitsebelum proses belajarmengajar di sekolah. Gerakan Indonesia MembacadanMenulis yang dicanangkan Badan Bahasa Nasional bulan Agustus 2015.Dan realisasi Permendikbud 23/2015 dengan program GerakanLiterasiSekolah adalah payung hukum dan energi setiap upaya literasi di tingkat sekolah.
Saatnya bagi SDN Karyasari 01 berbuat bagi upaya gerakan literasi. Kondisi sebagai sekolah binaan ASTRA semakin menguatkan upaya gerakan literasi. Psikologi siswa SD yang sangat menurut pada guru akan memberikan peluang yang besar untuk menumbuhkan budaya membaca dan menulis sejak dini. Guru bagi siswa SD adalah segalanya. Bagi siswa SD, kata guru mengalahkan kata orang tua, teman bahkan tokoh/idola imajinatifnya. Tinggal faktor guru. Mampukah guru merancang kegiatan literasi yang sederhana, konkrit serta menarik. Mampukah guru melaksanakannya secara sistematis. Bukan sekedar gerakan yang sesaat. Akhirnya mampukah guru membangun budaya literasi sejak dini.
Program literasi di SDN Karyasari 01, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hore aku pandai membaca dan menulis adalah serangkaian kegiatan fisik serta mental siswa atas bimbingan guru untuk memanfaatkan perpustakaan sekolah dan mengungkapkan
hasilnya di kelas dan sekolah secara lisan maupun tulisan. Dikatakan kegiatan fisik karena melibatkan aspek psikomotorik kasar maupun halus. Literasi merupakan proses mental karena membutuhkan kemampuan koqnitif  (nalar) serta afektif (sikap).
Membaca adalah kegiatan fisik. Memahami bacaan, menemukan isi, mengungkapkan kembali bacaan dengan bahasa dan tulisan sendiri adalah proses mental. Perpustakaan yang selama ini kebanyakan menjadi pelengkap dan pemanis sekolah harus diberdayakan. Jadikan perpustakaan sebagai tempat transaksi ilmu pengetahuan. Bukan sekedar museum atau bahkan gudang penyimpanan pengetahuan belaka. Kelas dan sekolah harus menjadi panggung mengekspresikan pengetahuan dan kemampuan. Agar tidak lupa dan literasi muncul sebagai kebiasaan. Semuanya tentu perlu sentuhan, bimbingan dan kreatifitas guru.  
Pandai membaca dan menulis di SDN Karyasari 01 pada prinsipnya memuat 3 komponen utama. Muatan literasi, pembiasaan literasi dan penguatan literasi. Muatan literasi adalan standar kecakapan literasi yang harus dicapai. Standar Kecakapan Literasi (SKL) tersebut terdiri dari :
  1. Kelancaran dalam membaca.
  2.  Penggunaan tanda baca dan intonasi dalam membaca.
  3. Kemampuan memahami isi bacaan.
  4. Mengungkapkan isi bacaan melalui bercerita dengan bahasa sendiri.
  5. Mengungkapkan isi bacaan dalam bentuk tulisan sederhana.
  6.  Memiliki kebiasaan, perilaku dan sikap gemar membaca dan menulis.
  7. Pembiasaan literasi dipilih sebagai kegiatan untuk pencapaian SKL. 
Pembiasaan literasi dirancang secara sederhana, menarik dengan memberdayakan perpustakaan sekolah. Pada kegiataan awal, siswa diarahkan memilih buku bacaan di perpustakaan sekolah yang disukainya. Catat judul buku, nama pengarang dan tidak boleh lupa tulis alasan mengapa tertarik dengan buku bacaan tersebut. Selanjutnya siswa harus menceritakan kepada beberapa temannya tentang buku bacaan pilihannya tersebut. Aktifitas ini dimaksudkan supaya siswa memiliki keberanian dan kemampuan mengkomunikasikan ide kepada orang lain. Pengulangan cerita kepada beberapa teman dimaksudkan untuk memunculkan pembiasaan.
Membaca menjadi upaya lebih lanjut memahami isi buku bacaan pilihan. Diperlukan kecermatan siswa dan waktu yang cukup. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengasah kemampuan memahami siswa. Proses mental yang melibatkan kemampuan koqnitif dan afektif. Membaca harus diakhiri dengan produk berupa ringkasan (resume) isi bacaan. Ringkasan dibuat sesingkat mungkin dengan bahasa siswa. Kesesuaian ringkasan dengan isi bacaan menjadi indikator terbentuknya koneksi membaca - memahami - mengekspresikan kembali.
Kelas menjadi ajang mengekspresikan kecakapan literasi. Arena menguji keberanian. Ada 2 produk pembiasaan literasi yang harus dikuatkan dengan cara ditampilkan.
Pertama, ringkasan buku bacaan pilihan sebagai produk/karya intelektual jurnalistik. Papan pajangan kelas dan pohon literasi menjadi media yang tepat bagi produk/karya intelektual jurnalistik ini. Rasa gembira saat membuat pohon literasi. Kepuasan, rasa dihargai dan bangga akan muncul. Lebih lanjut akan menumbuhkan motivasi berkarya bagi warga kelas. Produk kedua, kemampuan bercerita sebagai kemampuan mengkomunikasikan gagasan. Bercerita di depan kelas secara klasikal sebagai salah satu pilihan wahana kegiatan berekspresi. Ketika pada tahap pembiasaan siswa sudah dilatih bercerita kepada teman. Bercerita di depan kelas, menjadi tindak lanjut klasikal yang lebih luas dan memberi tekanan yang lebih besar. Rasa takut dan tekanan yang besar akanmendewasakan mental dan menguatkan keberanian siswa-siswi SDN Karyasari 01.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar