Nova Rahayuningsih, S.Pd. MM
Guru SDN Karyasari 01, Kec.
Leuwiliang, Kab. Bogor
Membaca, menulis dan berhitung.
Tiga hal tersebut merupakan kompetensi essensial kurikulum Sekolah Dasar (SD).
Baik itu dulu, saat ini maupun kedepannya nanti. Ketiganya merupakan kompetensi
yang harus dimiliki oleh siswa-siswi SD. Ketika siswa SD sudah mampu membaca
dengan lancar, menulis dengan baik dan berhitung dengan benar, maka guru dan
sekolah layak menyandang predikat berhasil. Sebaliknya, ketika sudah hampir
menamatkan SD siswa membaca masih terbata-bata, tulisannya masih seperti benang
kusut dan berhitung masih sebatas satu ditambah satu sama dengan dua. Maka
bersiaplah untuk menjadi guru dan sekolah tanpa kebanggaan.
Ketiga kompetensitersebut, kemampuan membaca
adalah sebagai core competency (kompetensi inti). Mengapa demikian?
Alasan pertama, membaca merupakan pintu ilmu pengetahuan. Semua ilmu
pengetahuan dikomunikasikan dan diarsipkan dalam bentuk tulisan. Itu artinya
dibutuhkan kemampuan untuk membaca. Hanya dengan kemampuan membaca kita
berpeluang mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Kedua,
kehidupan tidak terlepas dari informasi. Informasi disampaikan dalam bentuk
tulisan melalui media cetak, elektronik maupun digital. Informasi muncul dan
berubah begitu cepat setiap saat. Siapa yang cepat mendapat dan tepat membaca
informasi, mereka akan selangkah lebih cepat dalam kehidupan.
Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang besar. Namun budaya membaca dan menulis tidak sebesar julukannya. UNESCO
menyebut bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya,
dari 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Lebih
mengejutkan lagi hasil penelitian Programme for International Student Assessment
(PISA) menempatkan posisi budaya membaca dan menulis siswa Indonesia di
urutan 57 dari 65 negara yang diteliti. Data empiris ini menunjukkan minat,
perilaku serta budaya membaca dan menulis bangsa Indonesia sudah pada tataran
mengkhawatirkan. Kondisi ini akan berdampak pada kecepatan kemajuan serta daya
saing bangsa di era global. Secepatnya perlu kebijakan strategis dan upaya
konkrit melalui upaya-upaya literasi.
Secara sederhana, literasi
diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Literasi mencakup kemampuan kognitif seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat
melakukan proses membaca dan menulis. Lebih luas lagi pengertian literasi bukan hanya sekedar kegiatan membaca
dan menulis. Literasi juga bermakna praktis
dalam
interaksi sosial yang terkait dengan pengetahuan,
bahasa, danbudaya. Singkatnya, kemampuan literasi sangat diperlukan bagi
kemajuan seseorang, masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, upaya literasi yang sederhana, konkrit,
sistematis serta sejak dini itu lebih dibutuhkan.
Sekolah Dasar
(SD), memiliki peran yang sangat strategis bagi upaya literasi sejak dini.
Peluang keberhasilannya sangat besar apabila mampu mengemas secara sederhana,
konkrit dan sistematis. Akan sangat membekas dalam diri siswa SD. Permendikbud
Nomor 23 tahun 2015
tentangbudipekerti, dimanasalahsatu
isinyaadalahpembiasaanmembaca 15 menitsebelum proses belajarmengajar di
sekolah. Gerakan Indonesia
MembacadanMenulis yang dicanangkan
Badan Bahasa Nasional bulan Agustus 2015.Dan realisasi Permendikbud 23/2015 dengan program GerakanLiterasiSekolah adalah payung hukum dan energi setiap upaya literasi di tingkat sekolah.
Saatnya bagi SDN Karyasari 01 berbuat bagi upaya
gerakan literasi. Kondisi sebagai sekolah binaan ASTRA semakin menguatkan upaya
gerakan literasi. Psikologi siswa SD yang sangat menurut pada guru akan
memberikan peluang yang besar untuk menumbuhkan budaya membaca dan menulis
sejak dini. Guru bagi siswa SD adalah segalanya. Bagi siswa SD, kata guru
mengalahkan kata orang tua, teman bahkan tokoh/idola imajinatifnya. Tinggal
faktor guru. Mampukah guru merancang kegiatan literasi yang sederhana, konkrit
serta menarik. Mampukah guru melaksanakannya secara sistematis. Bukan sekedar
gerakan yang sesaat. Akhirnya mampukah guru membangun budaya literasi sejak
dini.
Program literasi di SDN Karyasari 01,
Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hore aku pandai membaca dan menulis
adalah serangkaian kegiatan fisik serta mental siswa atas bimbingan guru untuk
memanfaatkan perpustakaan sekolah dan mengungkapkan
hasilnya di kelas dan sekolah secara lisan
maupun tulisan. Dikatakan kegiatan fisik karena melibatkan aspek psikomotorik
kasar maupun halus. Literasi merupakan proses mental karena membutuhkan
kemampuan koqnitif (nalar) serta afektif
(sikap).
Membaca adalah
kegiatan fisik. Memahami bacaan, menemukan isi, mengungkapkan kembali bacaan
dengan bahasa dan tulisan sendiri adalah proses mental. Perpustakaan yang
selama ini kebanyakan menjadi pelengkap dan pemanis sekolah harus diberdayakan.
Jadikan perpustakaan sebagai tempat transaksi ilmu pengetahuan. Bukan sekedar
museum atau bahkan gudang penyimpanan pengetahuan belaka. Kelas dan sekolah
harus menjadi panggung mengekspresikan pengetahuan dan kemampuan. Agar tidak
lupa dan literasi muncul sebagai kebiasaan. Semuanya tentu perlu sentuhan,
bimbingan dan kreatifitas guru.
Pandai membaca
dan menulis di SDN Karyasari 01 pada prinsipnya memuat 3 komponen utama. Muatan
literasi, pembiasaan literasi dan penguatan literasi. Muatan literasi adalan
standar kecakapan literasi yang harus dicapai. Standar Kecakapan Literasi (SKL)
tersebut terdiri dari :
- Kelancaran
dalam membaca.
- Penggunaan
tanda baca dan intonasi dalam membaca.
- Kemampuan
memahami isi bacaan.
- Mengungkapkan
isi bacaan melalui bercerita dengan bahasa sendiri.
- Mengungkapkan
isi bacaan dalam bentuk tulisan sederhana.
- Memiliki kebiasaan, perilaku dan sikap gemar
membaca dan menulis.
- Pembiasaan literasi dipilih sebagai kegiatan untuk pencapaian SKL.
Pembiasaan literasi dirancang secara sederhana, menarik dengan memberdayakan perpustakaan sekolah. Pada kegiataan awal, siswa diarahkan memilih buku bacaan di perpustakaan sekolah yang disukainya. Catat judul buku, nama pengarang dan tidak boleh lupa tulis alasan mengapa tertarik dengan buku bacaan tersebut. Selanjutnya siswa harus menceritakan kepada beberapa temannya tentang buku bacaan pilihannya tersebut. Aktifitas ini dimaksudkan supaya siswa memiliki keberanian dan kemampuan mengkomunikasikan ide kepada orang lain. Pengulangan cerita kepada beberapa teman dimaksudkan untuk memunculkan pembiasaan.
Membaca menjadi upaya lebih lanjut memahami isi buku bacaan pilihan. Diperlukan kecermatan siswa dan waktu yang cukup. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengasah kemampuan memahami siswa. Proses mental yang melibatkan kemampuan koqnitif dan afektif. Membaca harus diakhiri dengan produk berupa ringkasan (resume) isi bacaan. Ringkasan dibuat sesingkat mungkin dengan bahasa siswa. Kesesuaian ringkasan dengan isi bacaan menjadi indikator terbentuknya koneksi membaca - memahami - mengekspresikan kembali.
Kelas menjadi ajang mengekspresikan kecakapan
literasi. Arena menguji keberanian. Ada 2 produk pembiasaan literasi yang harus
dikuatkan dengan cara ditampilkan.
Pertama, ringkasan buku bacaan pilihan
sebagai produk/karya intelektual jurnalistik. Papan pajangan kelas dan pohon
literasi menjadi media yang tepat bagi produk/karya intelektual jurnalistik
ini. Rasa gembira saat membuat pohon literasi. Kepuasan, rasa dihargai dan
bangga akan muncul. Lebih lanjut akan menumbuhkan motivasi berkarya bagi warga kelas.
Produk kedua, kemampuan bercerita sebagai kemampuan mengkomunikasikan gagasan.
Bercerita di depan kelas secara klasikal sebagai salah satu pilihan wahana
kegiatan berekspresi. Ketika pada tahap pembiasaan siswa sudah dilatih
bercerita kepada teman. Bercerita di depan kelas, menjadi tindak lanjut
klasikal yang lebih luas dan memberi tekanan yang lebih besar. Rasa takut dan
tekanan yang besar akanmendewasakan mental dan menguatkan keberanian
siswa-siswi SDN Karyasari 01.