Minggu, 19 November 2017

BEST PRACTICE


MEMBANGUN BUDAYA LITERASI 
BERBASIS WORKSHOP
UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN SISWA DAN MENDORONG GURU MENJADI PEMBELAJAR SEPANJANG HAYAT
MELALUI WADAH KOMUNITAS
 PENDIDIK INDONESIA PELOPOR PERUBAHAN


Oleh
NINA KRISNA RAMDHANI, S.Pd, MM
Ketua dan Pendiri Komunitas PIPP


LATAR BELAKANG

            Cerita sukses (success story) ini saya tulis ketika saya mengikuti mata kuliah Manajemen Perubahan di kelas S3-A6 Kampus Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor. Pada saat itu dosen menjelaskan bahwa kehidupan manusia dan organisasi selalu bergerak dan diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Perubahan terjadi karena lingkungan internal dan eksternal. Perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu. Perubahan adalah mengubah “cara berpikir kemarin” untuk tidak lagi dipakai dalam memecahkan masalah sekarang.
            Setelah mengikuti kuliah, saya melakukan refleksi. Selama 10 tahun menjadi guru, apakah saya sudah berubah? Perubahan apa yang sudah saya lakukan sebagai guru? Bagaimana cara mengajar saya? Apakah sudah mengajar mengunakan model baru? Atau masih mengajar dengan gaya lama?  Kesimpulan hasil refleksi, ternyata aku masih seperti yang dulu! Pantas saja pendidikan di Indonesia tak maju-maju.
            Sejak saat itu saya bertekad dalam diri ingin menjadi manusia baru. Ingin menjadi guru yang berubah. Ingin menjadi agent of change yang bisa memotivasi guru lain untuk bersama-sama berubah demi kualitas pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai dari sekarang.

MASALAH  

Diberlakukannya Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, merupakan bukti pengakuan terhadap profesionalitas pekerjaan guru dan dosen semakin mantap. Terlebih lagi di dalam pasal 14 dan 15 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Bagi para guru pengakuan dan penghargaan di atas harus dijawab dengan meningkatkan profesionalisme dalam bekerja. Guru tidak selayaknya bekerja as usual seperti era sebelumnya, melainkan harus menunjukkan komitmen perubahan dan tanggung jawab yang tinggi. Setiap kinerjanya harus dapat dipertanggung jawabkan baik secara publik maupun akademik. Untuk itu ia harus memiliki landasan teoretik atau keilmuan yang mapan dalam melaksanakan tugasnya mengajar maupun membimbing peserta didik.
Dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru sudah pasti akan berhadapan dengan berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode pembelajaran. Sebagai seorang profesional, guru harus mampu membuat prefessional judgement  yang didasarkan pada data sekaligus teori yang akurat. Selain itu guru juga harus melakukan peningkatan mutu pembelajaran secara terus menerus agar prestasi belajar peserta didik optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut guru harus dibekali dengan kemampuan meneliti, khususnya Penelitian Tindakan Kelas.
Dewasa ini, dengan adanya sertifikasi guru, para pendidik dituntut untuk mampu meneliti. Tuntutan agar guru mampu meneliti semakin gencar dilakukan oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi guru dalam Jabatan, dalam Instrumen Portofolio Sertifikasi Guru terutama komponen ke-7, guru disyaratkan memiliki Karya Pengembangan Profesi, di antaranya membuat KTI berupa PTK. Kebijakan tersebut amat strategis untuk merangsang dan menunjang tugas professional guru.
Oleh karena itu maka guru-guru di sekolah harus dapat meneliti di kelasnya sendiri dengan tujuan memperbaiki kualitas pembelajarannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sesungguhnya merupakan  implementasi dari kreativitas dan kekritisan seorang guru terhadap apa yang sehari-hari diamati dan dialaminya sehubungan dengan profesinya untuk menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih baik sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.
Namun, peluang yang baik bagi guru diatas bukan tanpa tantangan. Beberapa tantangan yang dapat penulis identifikasi diantaranya adalah: (1).  Masih banyak guru yang belum menyadari adanya masalah pembelajaran di kelas, (2). Masih banyak guru yang kurang sensitive terhadap masalah yang dihadapi oleh peserta didik, (3). Masih banyak guru yang tidak ada kemauan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi peserta didik dalam proses pembelajaran. (4). Masih banyak guru yang merasa sudah puas terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya, (5). Masih ada guru yang kurang peduli terhadap hasil belajar siswa dan berkeyakinan bahwa nilai siswa dapat direkayasa dengan mudah oleh guru, (6). Masih banyak guru yang malas memperbaiki kualitas pembelajarannya, dan merasa cara mengajarnya sudah baik, (7). Masih banyak guru yang belum mengenal PTK dengan baik, (8). Masih banyak guru yang belum pernah melakukan PTK sama sekali di kelasnya, (9). Masih banyak guru yang sudah memiliki PTK namun bukan dari hasil penelitian yang sesungguhnya, melainkan PTK hasil download di internet, (10). Masih banyak guru yang belum melakukan refleksi dan berpikir balik untuk melihat sisi lemah pembelajaran, (11). Masih banyak guru yang kurang mampu menguasai teknologi komputer, (12). Masih banyak guru yang alergi meneliti, phobia pada statistik dan perhitungan angka-angka (13). Masih banyak guru yang belum bisa menuangkan pengalaman mengajarnya yang berharga (best practice) dalam bentuk tulisan.

CARA MENYELESAIKAN MASALAH

Sebagai guru yang ingin berubah dan menjadi agen perubah,  penulis berinisiatif membuat sebuah wadah yang diberi nama “Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan” atau disingkat PIPP. Wadah ini bertujuan untuk memfasilitasi guru-guru yang ingin berubah, ingin belajar meneliti, ingin belajar menulis dan mempublikasikan hasil penelitiannya demi memperbaiki kualitas pembelajaran di kelasnya. Wadah kegiatan berbasis workshop ini pd dasarnya bertujuan menanggapi perkembangan iptek yg menuntut penyesuaian dan pengembangan profesional guru.  Melalui wadah ini para guru berkomunikasi, berkonsultasi, dan saling berbagi informasi serta pengalaman berharga (Best Practice) dalam bentuk karya tulis ilmiah. PIPP diharapkan mampu menjadi wadah vital yg profesional bagi guru untuk mereform dirinya agar mampu menyiapkan peserta didik yg tangguh, kreatif, kritis, dan terampil di zamannya.
Sejak resmi di bentuk pada tanggal 20 Januari 2016 dan berbadan hukum di Menkumham pada tahun 2017, PIPP telah sukses melatih guru sebanyak 500 orang dari  berbagai jenis pelatihan. Para change educators  tersebut hadir secara mandiri sukarela dari berbagai penjuru kecamatan di wilayah kabupaten Bogor. Mereka hadir berkorban waktu, tenaga, pikiran dan materi demi terwujudnya tujuan perubahan. 
Setidaknya ada 3 (tiga) tujuan yang ingin dicapai oleh para guru dalam mengikuti berbagai kegiatan workshop ini, yaitu:
1. Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Saya sering mendapat keluhan dari siswa dan mahasiswa perihal metode mengajar yang digunakan guru atau dosennya. Pada umumnya, keluhan itu berisi tentang dosen atau guru yang menggunakan metode konvensional atau ceramah sehingga membosankan para siswa atau mahasiswa. Mendapat keluhan itu, mestinya guru dan dosen merefleksikan pembelajarannya. Mungkin pendekatan, strategi, model, metode, atau media pembelajaran yang digunakan guru atau dosen dirasa siswa atau mahasiswa kurang menarik.
PTK merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki kondisi itu karena PTK bertujuan untuk memerbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran. Kualitas proses dapat ditingkatkan melalui pengubahan perilaku negatif siswa atau mahasiswa menjadi positif. Motivasi belajar yang tinggi tentu akan memengaruhi kualitas hasil. Kualitas hasil dapat dilihat pada perolehan nilai sehingga minimal mencapai batang ambang batas minimal atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Selain itu pelatihan INOBEL (Inovasi Pembelajaran) juga menjadi salah satu alternatif cara memperbaiki dan meningkatkan proses maupun hasil pembelajaran yang banyak diminati guru. Ada banyak jenis KTI sebenarnya jika guru ingin benar-benar mengelutinya secara serius.
2. Kredit Point untuk Kenaikan Pangkat.
Umumnya kepangkatan guru mentok di IVa atau Pembina. Jarang sekali guru berhasil memiliki pangkat IVe atau Guru Utama. Kondisi ini disebabkan keengganan guru untuk menulis karya ilmiah karena kenaikan pangkat dari IVa ke IVb memang diharuskan dilengkapi dengan karya ilmiah.
Berdasarkan peraturan terbaru, Permenneg PAN dan RB  No. 16/2009, pasal 17 tentang Jenjang Jabatan Fungsional Guru kebutuhan Angka Kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan adalah sebagai berikut:
 Maka, alangkah baiknya jika guru mulai menekuni aktivitas karya tulis ilmiah sejak dini. Sebenarnya penyusunan KTI tidaklah sesulit yang bayangan. Namun, sekali lagi, motivasi memang belum dimiliki oleh kebanyakan guru. Entah ketidaktahuan untuk memulainya atau memang kemalasan itu telah menjadi darah dagingnya. Menurut saya tidak ada istilah terlambat untuk memulai diri daripada tidak melakukan sama sekali. apakah seumur-umur guru hanya akan berada di kepangkatan rendah jika kesempatan masih terbuka lebar?
3. Membangun Budaya Meneliti dan Menulis
Konon kemampuan membaca dan menulis guru dan dosen di Indonesia masih tergolong lemah. Kondisi ini dapat dilihat dari minat baca dan membeli buku yang masih rendah. Jika sering membaca dan menulis, tentu otak akan selalu dipenuhi oleh ide-ide segar yang teramat berharga untuk pengembangan selanjutnya. Menulis dan merancang KTI tentu harus didukung oleh kegemaran membaca buku sebagai referensi.
 Membangun budaya meneliti guru yaitu dengan menulis berbagai jenis KTI.  Mengumpulkan data, mengolah data, sederhanakan data, analisis, dan refleksikan secara menyusun persiapan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang diikuti pelaksanaan observasi, mengolah data, menyederhanakan data, menganalisis dan mengkaji ulang atau refleksikan secara bersama-sama, dilanjutkan dengan penyusunan persiapan pembelajaran berikutnya. Begitu seterusnya. Maka kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan seperti ini sudah dikatakan bahwa guru telah membangun budaya meneliti.
Diharapkan pelaksanaan KTI tidak akan menjadi beban bagi guru, melainkan sebaliknya, ia akan menjadi media yang baik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang akan bermuara pada peningkatan kualitas proses dan hasil belajar siswa, lebih jauh diharapkan dapat menjadi media untuk peningkatan profesionalisme yang akan bermuara kepada kesejahteraan guru.

SIMPULAN
Saya dan kita semua berharap agar para pendidik di Indonesia mampu menunjukkan otonominya sebagai pekerja profesional. Guru yang professional salah satunya tercermin dari kemampuannya dalam membuat Karya Tulis Ilmiah. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki self confidence untuk  mempublikasikan hasil karyanya.
Untuk dapat mewujudkan itu semua, para pendidik butuh wadah yang dikelola secara professional agar semangat membangun budaya meneliti dan menulis berkembang dan terpelihara dengan baik. Wadah yang bukan hanya sekedar transfer of knowledge, tetapi wadah yang membuka ruang kreativitas dan mengapresiasi produk-produk penelitian dan tulisan yang dihasilkan dalam kegiatan berbasis workshop.
Komunitas PIPP yang saya gagas dan saya bangun bukan milik saya pribadi, melainkan milik kita bersama. Karena majunya pendidikan di Indonesia mustahil dipikul oleh perorangan. Kita harus bergerak bersama-sama membangun sinergi dengan semangat perubahan menuju kualitas pendidikan yang lebih baik. Grand design PIPP adalah menjadikan para pendidik, para change educators, dari Sabang sampai Merauke dapat merubah mindsetnya tentang mengajar dan tentang pilihan hidupnya menjadi seorang pendidik.

PELAJARAN YANG DIPEROLEH

Jadilah guru pembelajar. Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan dimanapun. Guru pembelajar adalah guru yang semangat belajarnya 5W1H : Whatever, Whenever, Wherever, Whoever, Why and However.
Manfaatkan KKG/MGMP di wilayah kita masing-masing sebagai wadah mengUpgrade diri. Manfaatkan wadah-wadah pelatihan yang dikelola secara professional untuk mengembangkan profesionalisme guru.
Jangan berhenti dan merasa puas dengan capaian yang as usual, tapi  kembangkan kebutuhan untuk selalu memperbaiki diri secara terus-menerus (continous improvement) melakukan yang terbaik bagi peserta didik kita. Tumbuhkan rasa percaya diri bahwa guru adalah agent of change bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dan bahkan dunia.
           
PENUTUP

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan karya. Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari tulisan ini adalah : Jangan berhenti berkarya! Karena satu karya akan lebih bermakna dari seribu kata. Perlu disadari bahwa guru itu sangat kaya. Kaya dengan data, kaya dengan fakta, kaya dengan cerita. Manfaatkan kekayaan itu semua untuk dapat diolah menjadi ilmu pengetahuan yang akan berguna dan memberi inspirasi bagi banyak jiwa. Selamat berkarya!Selamat bergabung di Komunitas Pendidik Indonesia Pelopor Perubahan!

Jumat, 17 November 2017

TELADAN UNTUK GURU PELOPOR

“BERBEKAL SEMANGAT DAN KEIKHLASAN MENGHADAPI BERBAGAI TANTANGAN” 
(Oleh: Pujangga Kelana)

Ditemui di tempat kerjanya Kantor UPTD Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kecamatan Sobang Kabupaten Lebak Provinsi Banten, H, Yulyadi,M.Pd menuturkan suka dukanya menjadi seorang pengawas TK/SD di sebuah daerah peloksok kampung yang sarana dan prasarananya masih sangat minim.
Selain jarak antara kantor dengan sekolah binaan yang sangat jauh, diperparah lagi dengan kondisi jalan. Selain sudah rusak, sebagian besar jalan di Kecamatan Sobang terdiri dari tanjakan dan turunan curam. Kecuaramannya ada yang mencapai tingkat kemringan 65 derajat. Jalan utama yang berlapis hormix dan mulai berlubang hampir di sepanjang jalan itu, lebarnya hanya 2 meteran dengan sisi kanan kirinya tebing rawan longsor dan jurang, atau sesekali melintasi pesawahan yang berbentuk terasiring dengan aliran air jernih dari pegunungan. Kebanyakan rumah warga berkelompok di sisi-sisi tebing dengan bentuk bangunan tradisional. Jarak anatara satu kelompok perumahan warga dengan kelompok perumahan warga lainnya bisa berkilo-kilo meter jauhnya.
“Sekolah binaan saya yang terdekat jaraknya 500 meter, dan yang terjauh 15 km, bahkan ada satu sekolah binaan berada di luar Kecamatan Sobang, yaitu di Kecamatan Leuwi Damar yang jaraknya 25 km.” Tutur H, Yulyadi, “sebetulnya bukan perkara jarak yang menjadi tantangan berat tapi kondisi jalannya yang turun naik gunung itu yang sering menjadi kendala. Bahkan ada sekolah terpencil yang lokasinya jauh dari jalan raya. Untuk mencapai ke tempat sekolah itu harus melewati jalan tanah labil di sisi tebing rawan longsor. Jika kurang hati-hati bisa saja sepeda motor yang dikendarai terjatuh dan tergelincir ke jurang. Tapi saya berprinsip bahwa bekerja itu bukan menjadi beban berat meskipun berjuta kendala menghadang, keikhlasan senantiasa menjadi motivasi,” tambah lelaki berjiwa tegar yang sering dipanggil Kang Uded oleh rekan-rekannya.
Walau pun berdinas di tempat terpencil soal prestasi tidak kalah oleh rekan-rekan seprofesinya. Terbukti di tahun 2017 ini H, Yulyadi,M.Pd berhasil meraih juara 2 loba Pengawas Berprestasi tingkat Kabupaten Lebak. Pada tahun 2015 saat menjadi ketua Kwartir Ranting Pramuka berhasil menorehkan prestasi sebagai Kwarran Tergiat.
H, Yulyadi,M.Pd selain melaksanakan tugas pokoknya sebagai pengawas sejak 2012, juga aktif berorganisasi. Terbukti dengan keberhasilannya menjadi ketua PGRI Cabang Kecamatan Sobang selama dua periode dan menjadi ketua Kwarran selama dua periode pula. Patut lah menjadi sebuah tauladan bagi para guru,kepala sekolah atau pun pengawas, bahwa kendala geografis bukanlah penghalang untuk terus berkarya dan berprestasi.
“Rasa lelah dan letih saat melaksanakan tugas selalu dapat terobati manakala saat guru dan siswa di sekolah binaan mendapatkan prestasi yang gemilang baik bidang akademik maupun non akademik,” ujarnya seraya melontarkan senyum khas penuh rasa optimis.
Usai dari kantor tempatnya bertugas, Mata Lensa pun diajaknya berkunjung ke rumah tempat tinggalnya. Lagi-lagi sebuah perjalannan yang penuh tantangan, jalan berbatu kerikil turun naik tebing sisi sebuah gunung sepanjang 7 km harus dilalui. Sepeda motor pun tidak dapat melaju dengan cepat karena terlalu beresiko. Jalan ini rute tunggal yang harus dilaluinya setiap hari menuju kantor UPTD pendidikan.
Sungguh mengagumkan, tanpa sedikit pun kata keluh kesah yang terlontar dari percakapan kami. Banyak hal yang disampaikannya tentang semangat kerja di tempat penuh tantangan itu. “tugas ini menjadi pilihan saya, dan atas anugerah dari Allah, sebuah amanah yang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguh-sungguhan dan rasa ikhlas. Keluhan tidak akan menyelesaikan masalah bisa jadi malah menambah beban, baiknya laksanakan saja dengan penuh senyuman, niscaya segala permasalahan seberat apapun akan terasa ringan,” begitu kalimat sebelum mengakhiri perbincangannya dengan Pujangga Kelana.