Minggu, 15 Oktober 2017

(CERPEN) DIALOGKU BERSAMA WAKTU

Oleh : Pujangga Kelana


Setumpuk kerjaan di atas meja menuntut penyelesaian segera, sementara malam semakin larut. Dinginnya menyelusup nakal ke dalam pori – pori hingga sampai ke dalam tulang, bekukan darah, bahkan sesakkan dada, dan gigilkan tubuhku, meski sudah terbungkus kaos tangan panjang berbahan tebal dan berselimut kain sarung pula. Namun dinginnya malam tetap tidak dapat ditangkal begitu saja.
“Duhai sang waktu, tolong aku jangan terlalu cepat langkahmu agar semua pekerjaan ini dapat rampung sebelum pagi menjelang.” Suara hatiku seraya melirik ke arah jam dinding yang sudah mulai bergeser dari jam 12.
“Ada apa duhai manusia ?” suara lembut dari arah yang belum aku ketahui asalnya.
“Suara siapa itu ?” aku balik tanya sambil mencari sumber suara.
“Aku sang waktu yang selalu setia menemani semua mahluk di muka bumi ini.”
“Kau ada dimana ?”
“Aku ada dimana – mana. Bergerak dengan arah yang pasti, temui pagi, temani siang, temui sore, dan mengantarkan senja ke hujung batas permulaan malam, kemudian menjadi penjaga manusia saat tidur lelap dengan berjuta mimpi yang sesuai dengan situasi hati mereka masing – masing.” Suara itu semakin jelas terdengar.
“Tunjukan wujudmu ! Aku ingin melihatmu.” Aku berdiri dan mencari sumber datangnya suara ke segala arah ruang kamarku, namun tidak ada tanda – tanda mahluk lain yang kutemui selain aku, nyamuk – nyamuk nakal yang tidak pernah lelah mengusikku, cicak di dinding, dan dinginnya angin malam yang menyelinap dari pentilasi jendela.
“ Aku tidak bermujud seperti mahluk hidup lain, tapi aku ada dan hidup di muka bumi ini. Bahkan sejak pertama Allah menciptakan bumi beserta isinya, aku sudah tercipta. Dan aku akan selalu hidup sampai batas waktu akhir tugas bumi melayani mahluk penghuninya yang kerap disebut Allah dalam Al-quran dengan sebutan hari kiamat.”
“ Kenapa kamu menemui aku malam ini ?” Tanyaku lagi semakin penasaran.
“ Aku selalu menemui siapa pun, menegur siapa pun, berbicara kepada siapa pun, namun mereka tidak pernah sadar akan keberadaanku. Mereka terlampau asik terlena oleh gemerlapnya dunia. Ada yang terlena oleh kebahagiaannya. Ada yang terlena dan larut dalam kesedihannya, tanpa menyedarari bahwa aku selalu ada di dekat mereka. Bahkan sangat dekat, lebih dekat dari nyawa mereka sendiri.”
Aku terus saja mencari sumber suara itu ke setiap jengkal ruangan kamarku, namun tidak dapat aku temukan wujud asli dari suara yang mengaku sebagai Sang Waktu itu.
“Kau tidak perlu mencari wujudku seperti itu duhai manusia. Karena sudah aku katakana, aku mahluk ciptaan Allah sepertu mahluk lainnya yang hidup dengan duniaku sendiri. Berjalan tanpa lelah dan tanpa keluh kesah. Tunduk dan manut tanpa berani membantah dan protes atas tugas mulia yang diberikan Allah kepadaku.”
“Memangnya, apa tugas muliamu?” tanyaku lagi.
“Allah telah menyampaikan salah satu firmannya dalam Al-quran yang setiap hari menjelang murid – muridmu pulang seusai mengikuti pembelajaran di kelasmu, menjadi bacaan rutin dalam doanya yang kurang lebih bermakna, Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali bagi mereka yang beriman. Dan yang beamal shaleh. Yaitu orang – orang yang saling menasehati dalam kebaikan. Dan saling menasehati dalam kesabaran.” Jelas suara misterius itu.
“Aku belum faham apa maksudnya.” Ujarku.
“Keberadaanku sangat diperhitungkan oleh Allah yang menciptakanku. Bahwa dengan diciptakannya aku ini, akan ada dua golongan manusia yang menurut Allah saling berlawanan, yaitu manusia yang merugi karena tidak mampu memanfaatkan waktu dengan beriman dan beramal shaleh, serta saling nasehat menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Kemudian akan ada pula golongan manusia yang beruntung yaitu bagi manusia yang beriman dan beramal shaleh, serta saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.”
“Ya..ya..ya..aku paham sekarang. Tugasku sebagai guru, tentunya dapat digolongkan sebagai salah satu kriteria orang yang beruntung itu, yah ?” Kataku sambil tersenyum kecil.
Aku merasa semakin nyaman saja berbincang dengan Sang Waktu, meski tidak dapat aku lihat bentuk dan wujudnya.
“Bisa ya, bisa juga tidak.”
“Kok begitu ?”
“Tergantung, apakah kau termasuk guru yang beriman dan beramal shalah. Tulus ikhlas tanpa pambrih menasehati murid – muridmu agar mereka menjadi insan – insan berakhlak mulia, terus dengan telaten memberikan bekal kepada mereka ilmu kesabaran dalam menghadapi semua cobaan dan ujian dari Allah. Jika semua itu sudah kau laksanakan dengan baik dan benar, maka kau termasuk manusia yang beruntung.” Sahut Sang Waktu.
Aku garuk – garuk kepala meski sebenarnya bukan karena merasa gatal, hanya terasa seperti disadarkan dari seuah kenyataan yang kujalani selama ini. Rasanya aku memang belum tergolong manusia beruntung, karena guru yang kujalani selama ini terasa masih sekedar menggugurkan kewajiban. Profesi guru yang kujalani selama ini hanya sebatas melaksanakan tugas pekerjaan untuk mendapatkan nafkah, seperti para pekerja yang lainnya.
Aku masih sering mengeluh saat uang gaji yang kuterima tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari – hari. Aku sering tidak sabar menghapi siswa yang sedikit berprilaku nakal. Aku lebih cenderung melaksanakan tugas mentransfer ilmu yang kubaca dari buku paket ke dalam kepala murid – muridku dengan tanpa menekankan pada perbaikan moral, pemuliaan akhlak, dan penanaman budi pekerti kharimah kepada murid – muridku.
“Hai manusia, mengapa kamu diam ?” Sang Waktu mengusik lamunanku.
“Aku baru sedang sadar sekarang setelah merenungkan perkataanmu tadi. Dan aku sadar, rasanya aku masih tenggelam dalam langkah yang belum tepat. Allah sebenarnya sudah menyediakan jalan yang lurus dengan memberikan tugas mulia, sebagai lading ibadah sebagai guru, namun langkahku belum dapat selurus jalan yang tersedia. Aku masih sering menyimpang ke arah yang tidak jelas. Kurang fokus.”
“Itulah sifat manusia pada umumnya. Dia selalu berdoa pada Allah agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai Allah, namun setelah Allah mengabulkan setiap doanya itu, manusia kerap lalai. Manusia selalu menempuh jalannya sendiri, menyimpang dari jalur lurus bebas hambatan yang diberikan Allah sesuai dengan permohonannya.”
“Terus, apa sebenarnya tujuan kamu menemui aku mala mini ?” aku kembali bertanya.
“Menemanimu menemukan konsep hidup yang tepat. Menurutku konsep hidup manusia itu seharusnya jangan kalah oleh waktu. Seharusnya kau yang mengendalikan waktu, jangan sebaliknya, waktu yang mengendalikanmu. Kau bekerja hingga larut malam seperti ini, seperti dikejar – kejar waktu, seolah – olah tiada waktu lagi esok hari.”
“Yah… aku akui aku lalai. Tidak memanfaatkan waktu dengan tepat. Membiasakan menumpuk – numpuk pekerjaan hingga akhir batas waktu penyelesaian yang ditentukan. Akhisnya datang tugas – tugas lain yang juga harus segera dikerjakan, hasilnya aku puisng sendiri, mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu.” Keluhku menyadari akan kelemahanku selama ini.
“Aku, melangkah selalu dengan stabil, enampuluh detik setiap menitnya, enampuluh menit dalam satu jamnya, belum pernah lebih cepat ataupun lebih lambat dari itu. Aku senang menjalankan tugasku itu dengan sabar dan tekun. Jika manusia dapat mengisi waktunya dengan langkah – langkah yang tepat dan benar, aku yakin manusia tidak akan pernah mengalami seolah – olah waktu berjalan terlalu cepat disbanding usahanya menyelesaikan tugas.”
“Iya… manusia selalu saja lalai dalam mensiasati perjalanan waktu, padahal kami tahu betul bahwa sang waktu tidak pernah mau menyimpang dari jalurnya.”
“Nah itu yang aku maksudkan tadi diawal pembicaraan.” Potong suara msiterius itu. “Manusia banyak yang mengeluh karena kekurangan waktu saat hendak menyelesaikan setupuk pekerjaan yang padahal salahnya sendiri mengapa pekerjaan itu dia tumpuk – tumpuk terus hingga batas waktu akhir penyelesaian. Saat kemudian datang berbagai pekerjaan lain yang juga harus diselesaikan, maka mereka akan menyalahkan aku, katanya aku terlalu cepat berlalu. Itu fitnah yang sangat menyakitkan, seolah – olah aku telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan mereka menjadi tidak mampu menyelesaikan tugasnya.”
“Terus, bagaimana caranya agar permasalahan itu tidak selalu terulang berkali – kali ?” tanyaku lagi.
“Atur pekerjaanmu sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Kalau bisa, selesaikan pekerjaan sebelum batas waktunya, agar saat ada pekerjaan baru, kamu masih mempunyai kelebihan waktu untuk memulainya. Jangan membiasakan menunda – nunda pekerjaan, karena itu akan menjadi boomerang untuk kamu sendiri.”
“Sebenarnya kami juga tahu dan faham soal itu. Tapi rasanya sulit untuk menerapkannya.”
“Tanamkan komitmen kedisiplinan dengan membiasakan menyusun schedule harian, catat dengan rinci hal – hal penting seperti hari, waktu dan pekerjaan apa yang harus dikerjakan segera. Laksanakan schedule itu dengan komitmen tinggi dan maksimal. Jangan berusaha mengikarinya dengan mengulur – ulur waktu, misalnya dengan membiarkannya waktu berlalu hanya untuk melamun, ngobrol, menonton acara TV yang tidak penting, atau bersendagurau tak berguna. Kecualin jika pekerjaanmu sudah selesai, barulah lakukan istirahat, menghibur diri dan lakukan hobby yang bisa membuat fikiranmu segar kembali agar ketika menghadapi pekerjaan yang baru, gairahmu tetap stabil.” Jelas Sang Waktu memberikan wejangan padaku.
“Sekali lagi aku ingatkan. Sebagai seorang guru yang memiliki tugas teramat penting dan berat, jangan pernah kalah oleh waktu. Kendalikan waktu oleh kecerdasan dan kepekaanmu, jangan malah waktu yang mengalahkan kecerdasan dan kepekaanmu, sehingga kamu menjadi budak waktu yang seolah – olah sepanjang harimu senantiasa dibebani oleh batas waktu yang selalu menghantuimu.” Tambah Sang Waktu lagi.
“Iya… terima kasih atas pembicaraan kita malam ini. Semoga pembicaraan kita mala mini menjadi titik awal perubahanku dalam menyesuaikan langkah perjalanmu dengan tumpukan beban pekerjaan yang aku punya. Aku akan mengurai beban ini perlahan – lahan, agar lebih ringan. Terima kasih sekali lagi duhai Sang Waktu yang telah mengingatkan semua kelemahanku selama ini.”
“Selamat melaksanakan tugas, bersabarlah, tekun dan fokus. Jangan lampaui batas kemampuanmu dengan memaksakan kehendakmu. Jika lelah istirahatlah, jika kantuk, tidurlah, karena hal yang kita paksakan untuk melawan batas kemampuan, akan berakibat lebih merugikan dirimu sediri. Jika kemudian kau sakit, maka siapa yang akan menyelesaikan tumpukan pekerjaanmu itu ? Jika kau sakit, bagaimana nasib murid – muridmu yang haus ilmu dan membutuhkan bimbinganmu ? Lakukan pekerjaanmu sesuai dengan kapasitan yang teleh diberikan Allah padamu. Berlaku lah adil pada semua anggota tubuhmu sendiri, agar mereka pun berlaku adil padamu. Berlaku lah arif pada anggota badanmu sendiri agar merekapun memperlakukanmu dengan arif dan bijak.
Kuhela napas panjang. Kutatap tumpukan kertas di atas meja  berisi materi pelajaran yang harus segara aku susun untuk proses pembelajaran besok pagi. Namun rasanya mustahil aku kerjakan sampai lewat larut malam. Karena mataku mulai berat, hidungku terasa sedikit tersumbat, dingin membuat kondisiku tidak stabil. Nampaknya gejala flu mulai menjalar ke jaringan hidung. Aku butuh istirahat sejenak. Sebelum subuh nanti kuusahakan kembali bangun dan menyelesaikan pekerjaan semampuku. Sisanya akan kuurai sesuai dengan kapsitas waktu yang kuatur sedemikian rupa, semoga Allah memberikan kekuatan dan kesabaran untukku. Aamiin !!


----------------------------- SEKIAN -------------------------- 

Sabtu, 14 Oktober 2017

PELATIHAN DISEMINASI INDONESIA BORDERLESS CLASSROOM


Bertempat di Aula UPT Pendidikan Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor pada hari Kamis dan Jumat tanggal 14 dan 15 September 2017, telah diselenggaran Diseminasi Training Indonesia Borderless Classroom diikuti oleh 48 orang guru. Perhelatan atas kerjasasama PGRI, K3S Kecamatan Bojonggede dan Microsoft Indonesia itu bertujuan untuk mengenalkan kepada para guru akan  pentingnya penguasaan teknologi informasi dan komputer saat ini serta memberikan pengetahuan kepada guru-guru sekolah dasar tentang Microsoft Office365 serta penggunaanya sebagai alat bantu dilingkungan kerja/sekolah sebagai media untuk mempermudah proses pembelajaran dan pengerjaan tugas sehari-hari sehingga dari pengetahuan – pengetahuan yang telah diperoleh tersebut para guru mampu menggunakannya untuk mengerjakan tugas – tugasnya.

Menuurut keterangan Etty,S.Pd sebagai trainer (pemateri)  yang bertugas sebagai Guru SDN Cimanggis 01 Bojonggede, kegiatan Diseminasi Training Indonesia Borderless Classroom sangatlah bermanfaat bagi para peserta, “tentunya dengan mengikuti kegiatan tersebut akan menambah kemampuan para peserta sebagi guru khususnya kemampuan bidang public speaking yang dibahas dalam meteri microsoft office365.”

“Dan yang tidak kalah pentingnya melalui kegiatan tersebut memberi bekal bagi para peserta  dalam penggunaan teknologi yang efektif dalam kegiatan belajar mengajar,” tambah Etty,S.Pd yang diamini oleh Ervina Sari pemateri  lain, guru SDN Pabuaran 01 Bojonggede itu menegaskan bahwa, “melalui kegiatan itu para peserta  dapat menambah ilmu tentang teknologi khususnya program microsoft365.” 
 
Beberapa materi penting dibahas sekaligus didalami oleh para peserta dengan bimbingan Etty,S.Pd dan Ervina Sari selaku narasumber, diantaranya materi; Digital Literasi, Office365, Office Online dan OneDrive, Sway di hari pertama, kemudian membahas pula materi: Onenote Personal dan Onenote Classnotebook dan Microsoft Educator Community, di hari kedua.


Semua hasil kegiatan pelatihan kemudian disusun dalam laporan dan di kirim secara online ke https://sway.com/JVYjgvGoQRLccOOw?ref=Link untuk Laporan Training dikemas dalam bentuk Sway serta ke https://sway.com/mnpzSfFl8Y21c1VZ?ref=Link&loc=play Materi Pembelajaran yang dikemas dalam bentuk Sway dibuat oleh peserta  training. (Dilaporkan oleh : Pujangga Kelana, Sumber berita Etty,S.Pd)

SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA